OPPRESMENT ISN'T A FATE

Come on out and keep struggling for the oppressed people

Rabu, 28 November 2007

BARA dan ABU

Api ini sudah begitu menghancurkanku hingga menjadi bara dan abu.
Untung apa buntung?.
Aku tak ingin memikirkannya.
Tapi, dua sisi yang tak kan pernah bersatu, merasuki seluruh kejiwaanku, menyeretku pada jasad hidup selama beberapa tahun.

Oh jiwaku, pulanglah!.
Oh ragaku, kembalilah!.
Aku butuh sebuah tubuh, di dalamnya ada jiwa dan raga pencinta yang kuharap bisa temukan aku, membawaku pada keutuhan.

Bukan lagi bara dan abu.
Aku bahkan ingin kauhembuskan nafas cintamu untuk menghidupkanku.
Sentuhan birahimu memanusiakanku, kembali pada titik awal kesucianku pada hidup.

Ach, aku mengais seperti anjing lapar di rumah tuan yang keras kepala.
Ya, keras kepala pada dunia, telah membiarkanku hidup dengan makan dari piringnya dan minum dari cawannya.
Aku belajar menangis, marah dan memberontak pada tuanku sendiri.
Tapi, ia tak marah.
Bahkan, ia mengangkatku setinggi bidadari di langit.

Aku tak ingin jadi bidadari.
Aku tak ingin kau angkat ke langit.
Jadikan aku manusia kembali.
Telah kupelajari sudut kemanusiwianku, dan kuminta jadikan aku manusia yang punya hati, rasa dan pikiran.
Dengan hatiku, aku akan menyimpan cinta.
Dengan rasa, aku bisa menikmati cinta.
Dengan pikiran, aku hanya ingin mengingat tiap detik kebangkitanku oleh cintamu.

Masa itu telah lewat milyaran detik dan menit.
Hari ini, aku sadar kemanusiawianku diuji.
Telah lama tuanku pergi.
Aku tak lagi mengais makanan pada piringnya dan minum dari cawannya.
Aku terpelajar yang menemukan arti pengalaman pahit pada tiap jatuhku.
Seberapapun perihnya, tak terasakan lagi kala aku melihat jelas tatapan cinta.
Ada Tuhan, ada sahabat, ada kekasih dan ada saudara pada tiap rengkuhan, tatapan dan marahmu.

Terima kasih Tuhan, sahabat dan saudaraku.
Pulanglah untukku, dan kita berjalan tanpa memberi sedikitpun kesenangan pada setan jalanan.

(Juni 2005)

Tidak ada komentar: